I. PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Pisang
barangan (Musa acuminata L.) termasuk
Famili Musaceae, yang berasal dari Asia Tenggara dan tersebar di seluruh dunia.
Pisang barangan sangat digemari masyarakat karena rasanya enak dan harga yang
terjangkau. Secara konvensional pisang barangan diperbanyak dengan anakan (sucker) dan bonggol (bit), hal ini dapat menghasilkan 1-10
anakan dalam satu tahun (Meina, 1992).
Permasalahan yang dihadapi pada tanaman pisang adalah meluasnya serangan
penyakit layu pada pisang yang disebabkan oleh cendawan Fusarium
oxysporum f.sp yang belum dapat dikendalikan secara tuntas. Menurut Dohroo
(1989), lebih dari 87% penyakit Fusarium oxysporum
ditularkan melalui bonggol (corm).
Bibit pisang yang bebas penyakit dalam jumlah banyak, seragam dan tersedia dalam
waktu yang singkat juga belum dapat dipenuhi. Karena pada saat ini bibit yang
umum digunakan adalah anakan yang mudah terserang penyakit, pertumbuhannya tidak
seragam, membutuhkan ruang yang luas dan biaya transportasi yang tinggi serta dapat
menularkan penyakit di daerah pertanaman yang baru. Upaya untuk mendapatkan bibit
pisang yang bebas penyakit dalam jumlah besar dan seragam dengan waktu yang relatif
lebih singkat adalah dengan melakukan perbanyakan bibit secara in vitro (kultur jaringan) (Mariska dan Syahid,
1992; Sharma & Singh, 1997; Gunawan, 1998).
Keberhasilan
teknik kultur jaringan salah satunya dipengaruhi oleh jenis dan komposisi media.
Komposisi media juga sangat menentukan biaya produksi perbanyakan tanaman secara
in vitro. Biaya produksi bibit pisang
dengan teknik kultur jaringan harganya relatif mahal. Pada umumnya perbanyakan
pisang secara kultur jaringan menggunakan media Murashige dan Skoog (MS) yang merupakan
media pertumbuhan dengan bahan pemadat yang diperkaya dengan berbagai senyawa organik,
vitamin dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) (Mariska et al., 1998). Media MS mengandung hara makro dan
mikro seperti NH4NO3, CaCl2.H20, KH2PO4,
FeSO4 dll (Murashige & Skoog, 1962). Medium ini umumnya
mengguanakan bahan-bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi (pro-analisis).
Untuk penyediaan bahan-bahan dengan diperlukan baiaya mahal, waktu pemesanan
yang lama, dan ketersediaan bahan yang sulit diperoleh.
Hasil perhitungan biaya
1 Liter media MS oleh laboratorium Unit pengelola Benih Sumbar, Balai
Penelitian Tanaman Hias pada bulan desember 2009 diperoleh bahwa tiap liter
media memerlukan biaya sebesar 6.561 nilai tersebut relatif mahal, terlebih
jika diaplikasikan ditingkat petani terkait dengan penyediaan benih berkualitas.
Daftar harga MS basal
medium tahun 2014 dengan Netto 230 gram seharga 880.000 dapat menggasilkan 50
liter media, dengan kakulasi harga per liter sebesar 17.600. Harga ini relatif
mahal dibandingkan dengan menggunakan media pengganti MS yang akan dilakukan
dalam penelitian ini. Media yang digunakan yaitu pupuk gandasil dengan Netto
500 gram seharga 30.000 dapat menghasilkan 166 liter media dan pupuk cair
lengkap dengan Netto 250 ml seharga 15.000 dan menghasilkan 83 liter media, denagan
kakulasi kombinasi keduanya sebesar 2.160 per liter media, harga ini relatif
lebih murah.
Penelitian
mengenai media murah yang digunakan dalam kultur jaringan sudah dilakukan oleh.
Shintiavira et al., (2012)
mengenai studi pengaruh subtitusi hara
makro dan mikro media MS dengan pupuk majemuk dalam kultur in vitro krisan. Afriani (2006) menangenai penggunaan pupuk daun,
air kelapa dan ekstrak pisang pada perbanyakan Tunas dan perbesaran plantlet
anggrek dendrobium (Dendrobium Kanayao)
secara in vitro. Laisiana (2010) mengenai perbanyakan ubi jalar
secara in vitro dengan menggunakan
Media yang murah dengan memanfaatkan pupuk daun. Rachmatullah (2009) penggunaan
hiponex dan bubur papaya dalam perbesaran planlet anggrek Dendrobium “kanayao” secara in
vitro dan perlakuan media aklimatisasi. Penggunaan media alternative pada
kultur jahe dengan memanfaatkan pupuk lengkap cair juga dilaporkan oleh Sutarto
et al., (2003), serta perbanyakan
krisan secara in vitro menghasilkan
perbedaan yang nyata.
Penggunaan
media yang lebih murah dan lebih mudah perlu dicari agar dapat mengganti media
MS. Dalam penelitian ini dicobakan menggunakan komponen media yang murah seperti
Pupuk Daun dan Pupuk Lengkap yang berpotensi sebagai media mengganti media MS karena
memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang berguna bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Nadapdap, 2000).
Selain
pupuk daun, dapat juga ditambahkan pupuk Terra Novalgro ini mengandung asam-asam
humik (humic acids). Kegunaan asam-asam
humik dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah mengkelat unsur hara mikro
(Fe, Zn, Mg) dan beberapa hara makro (K, Ca, P), memacu pertumbuhan akar, meningkatkan
respirasi akar, memacu kerja enzim tanaman yaitu sebagai katalis organik (Andalasari,
1997).
1.2.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan
interaksi Pupuk Daun dan Pupuk Cai Lengkap terhadap pertumbuhan eksplan pisang barangan
yang ditanam secara in vitro.
1.3.
Hipotesis
Hipotesis
dari penelitian ini adalah terdapat interaksi Pupuk
Daun dan Pupuk Cair Lengkap terhadap pertumbuhan pisang barangan yang
ditanam secara in vitro.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Botani Pisang Barangan
Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba
perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom.
Bonggol (Corm) mempunyai
pucuk yang menghasilkan rhizom pendek dan tunas yang berada dekat induk. Pisang
merupakan tanaman partenokarpi yang berkembang biak dengan rhizom (Nakasone,
1998) .
Pisang dalam bahasa Arab, yaitu maus yang
artinya pisang, kemudian oleh Linneus dimasukkan kedalam keluarga Musaceae
untuk memberikan penghargaan kepada Antonius Musa. Dalam bahasa latin, pisang
secara umum disebut juga Musa acuminata. Nakasone (1998) mengelompokkan
tanaman pisang kedalam:
Divisi : Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Kelas :
Monoeotyledonae
Famili :
Musaceae
Genus :
Musa
Spesies :
Musa acuminate L.
Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5-8 mm berwarna
putih ketika baru dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan berkembang
akar sekunder dan tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih pendek
dari akar utama. Akar sekunder berasal dari protoxilem dekat ujung akar dan
terus berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar pada
perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam pengambilan
air dan mineral (Robinson, 1999).
Batang sejati pada tanaman pisang sebagian atau
keseluruhan ada di bawah tanah yang disebut Rhizom. Rhizom dewasa berdiameter
sekitar 300 mm. Rhizom merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan
tandan buah dan perkembangan anakan. Sebelum berbunga, rhizom berisi sekitar
35% total bahan kering dan menurun menjadi 20% saat kematangan buah karena
cadangan didistribusikan untuk pertumbuhan buah (Robinson 1999). Sedangkan
batang semu adalah batang pisang yang tersusun dari pelepahnya.
Daun pertama dihasilkan
dari meristem pusat pada perkembangan anakan. Tangkai daun berada pada dalam
daun itu sendiri, tulang daun membagi menjadi dua helai bagian lamina. Lamina
dewasa memiliki panjang berkisar 1.5-2.8 m, sedangkan lebar 0.7-1.0 m. Lamina
membutuhkan 6-8 hari untuk membuka secara sempurna. Jumlah daun dapat
mencapai 25-50, dengan 10-15 daun fungsional pada tanaman saat muncul bunga (Nakasone
1998; Robinson,1999).
Bunga terdiri dari
kumpulan dua baris bunga, bunga betina muncul pertama dan kemudian disusul
bunga jantan. Braktea membuka secara sekuen sekitar satu per hari. Tangkai
bunga terus memanjang sampai 1.5 m. Buah kemungkinan berkembang dari ovari inferior. Eksokarp disusun pada
lapisan 5 epidermis dan perenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp
terdiri atas lapisan hampir rongga ovarian. Masing-masing node mempunyai dua
baris pada bunga membentuk tandan pada buah yang secara umum disebut sisir
dengan buah individual disebut finger.
2.2.
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi
Buah Pisang
Komposisi
kimia buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Pada umumnya daging
buah pisang mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin serta mineral
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi zat gizi pisang per 100
g buah segar
Senyawa
|
Komposisi
|
Energi (Kkal)
|
91.00
|
Air (g)
|
63.00
|
Karbohidrat (g)
|
24.30
|
Protein (g)
|
0.80
|
Lemak (g)
|
0.10
|
Ca (mg)
|
7.00
|
Mg (mg)
|
33.00
|
P (mg)
|
35.00
|
Fe (mg)
|
0.50
|
Cu (mg)
|
0.16
|
Î’ karoten
ekuivalen (μg)
|
0.03
– 1.20
|
Vitamin B1 (mg)
|
0.05
|
Vitamin B2 (mg)
|
0.05
|
Vitamin B6 (mg)
|
0.07
|
Vitamin C (mg)
|
20.00
|
Asam pantotenat
(mg)
|
0.37
|
Asam folat (mg)
|
0.16
|
Serotonin (mg)
|
45.00
|
Sumber : Aurore
et al., (2009)
Tingkat kematangan juga
mempengaruhi komposisi kimia daging pisang seperti kadar pati, kadar gula
reduksi, kadar sukrosa dan suhu gelatinisasi pati. Tingkat kematangan ini
ditandai dengan perubahan warna kulit pisang seperti yang dijelaskan pada Tabel
2.2.
Tabel
2.2 Komposisi pati, gula dan suhu gelatinisasi berdasarkan tingkat kematangan warna
kulit pisang
Tahapan
|
Warna Kulit
|
Komposisi (100 g Berat Segar)
|
||||
Pati (%)
|
Gula Reduksi (%)
|
Sukrosa (%)
|
Suhu Glatinisasi (0C)
|
|||
1
|
Hijau
|
61.7
|
0.2
|
1.2
|
74 - 81
|
|
2
|
Hijau
|
58.6
|
1.3
|
6
|
75 - 80
|
|
3
|
Hijau ada kuning
|
42.4
|
10.8
|
18.4
|
77 – 81
|
|
4
|
Lebih hijau dari pada
kuning
|
39.8
|
11.5
|
21.4
|
75 – 78
|
|
5
|
lebih kuning dari pada
hijau
|
37.6
|
12.4
|
27.9
|
76 – 81
|
|
6
|
kuning dengan ujung
hijau
|
9.7
|
15
|
53.1
|
76 – 80
|
|
7
|
kuning sempurna
|
6.3
|
31.2
|
51.9
|
76 – 83
|
|
8
|
kuning sedikit coklat
|
3.3
|
33.8
|
52
|
79 – 83
|
|
9
|
kuning banyak coklat
|
2.6
|
33.6
|
53.2
|
-
|
Sumber : Zhang et al., (2005)
2.3. Kultur Jaringan Pisang
Dalam
kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah kultur
dengan eksplan bonggol (Sunarjono 2002). Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial
dengan teknik kultur jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara
vegetatif menggunakan anakan atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar
menyulitkan transportasi bibit dari satu tempat ke tempat penanamannya. Anakan
yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam, sehingga
sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam jumlah memadai
untuk perkebunan pisang secara komersial. Perbanyakan klonal pisang dengan
teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode dan
tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini serupa
dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah kultur
meristem (meristem culture) atau
kultur pucuk (shoot culture), Salah
satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah penggandaan tunas.
Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi meristem
apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem. Menurut Suyadi
et al. (2003) kelebihan kultur
meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan induknya
dan bebas virus, mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu
memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, mampu mempertahankan sifat-sifat
morfologi yang positif. Selain
itu telah dicoba juga untuk mengkulturkan tangkai bunga inflorescence muda
pisang (Nisa 2009).
Perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan bertujuan
untuk mendapatkan bibit bermutu dalam jumlah banyak dan cepat selama kurun
waktu tertentu. Untuk menghasilkan bibit kultur jaringan yang bermutu, perlu
didukung oleh beberapa komponen, yaitu bahan kimia untuk pembuatan media,
varietas unggul dan tenaga ahli. Menurut George dan Sherrington (1984)
keberhasilan dalam kultur jaringan sangat ditentukan oleh medium yang
digunakan. Media yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini umumnya
adalah media MS. Tahap penting dari perbanyakan in vitro adalah memperoleh kultur yang
aseptik dari tanaman induk terseleksi.
2.4.
Pupuk
Daun
Tanaman
pisang mutlak membutuhkan unsur-unsur makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar
dan unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. C, H, O, N, P, K, S, Ca,
dan Mg merupakan unsur makro dan Fe, Cu, Zn, Mo, Mn, Se, B, Si merupakan unsur
mikro (Soeryowinoto, 2002). Seluruh unsur tersebut terdapat dalam pupuk lengkap
atau yang biasa disebut pupuk majemuk.
Pupuk lengkap merupakan pupuk yang biasa
digunakan di lapang dan mudah pengaplikasiannya karena telah memiliki unsur
makro dan mikro yang lengkap. Tetapi pupuk ini kemurniannya rendah dibandingkan
dengan unsur hara proanalis yang biasa digunakan dalam kultur jaringan dengan
kemurnian mencapai 99.9%. Oleh karena itu, pemakaian pupuk lengkap harus dengan
konsentrasi yang tepat agar jumlah pengotornya (bahan kimia yang terikut di dalamnya)
tidak mengganggu pertumbuhan planlet (Sandra, 2003).
Jari (2005) melaporkan bahwa penggunaan
Gandasil 0,5 g/L yang dikombinasikan dengan vitamin atau air kelapa 10% pada
media preservasi ubi jalar, menghasilkan tunas yang tidak berbeda nyata dengan
penggunaan MS dan vitamin. Media yang mengandung gandasil 0,5 g/L +air kelpa 10
% dapat dijadikan media alternatif pada preservasi ubi jalar.
Penggunaan bahan alternatif pupuk dalam media kultur
jaringan diharapkan menjadi pengganti penggunaan
bahan kima. Pupuk daun memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan
bahan kimia yang digunakan pada media dasar in
virto. Hasil penelitian Purwito (1986) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk
majemuk Hyponex 20-20-20 dengan jumlah Nitrogen sama dengan jumlah media MS,
yaitu 20-20-20 dengan penambahan BA dapat mengasilkan Umbi mikro kentang antara
30-4-%.
2.5.
Pupuk
Lengkap
Pupuk lengakap juga
dapat ditambahkan dalam media terutama pupuk-pupuk yang mengandung asam humik.
Pupuk Terra-Novalgro mengandung asam-asam humik (humic acids). Kegunaan asam-asam humik dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah mengkelat unsur hara mikro (Fe, Zn, Mg) dan
beberapa hara makro (K, Ca, P), memacu pertumbuhan akar, meningkatkan respirasi
akar, memacu kerja enzim tanaman yaitu sebagai katalis organic (Andalasari,
1997).
Secara umum pupuk lengkap memiliki kesamaan
kandungan dengan media dasar untuk kultur jaringan yaitu media MS. Dengan
demikian, penggunaan pupuk ini diharapkan dapat menjadi alternatif menggantikan
media dasar tersebut terutama pada perbanyakan anggrek dengan kultur jaringan.
Pada penelitian ini menggunakan Hyponex 20-20-20. Pupuk daun Hyponex hijau
mengandung 4% nitrat, 4% amonium, 12 % nitrogen terlarut, 20% K2O5,
dan 20% K2O serta unsur-unsur lain seperti Magmesium, Kalsium,
Mangan, Besi, Boron, Molibdenum, Sulfur, Seng, tembaga dan Cobalt.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan
mulai bulan Maret hingga Juli 2014 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan
Tanaman Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain adalah:Air destilasi (aquades) dan Air steril,
Bahan-bahan untuk membuat media MS, Pupuk Pupuk daun dan Pupuk Lengkap, Eksplan
yang akan di tanam, Fungisida dan Baktersida, Spiritus, Bahan Pemadat (Swallow),
Gula pasir, Pengatur pH (HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N), Alkohol 96 % dan 70%.
Ekplan Pisang Barangan yang berasal dari Balai Penelitian Buah Tropika Solok.
Sedangkan peralatan
yang digunakan adalah: Timbangan analitik, Lemari Es untuk menyimpan larutan
stok, Kompor listrik (hot plate) dengan
magnetic stirrer, Lampu Bunsen (Bunsen burner), pH meter, Autoklaf, Alat-alat
gelas standar, seperti labu takar, pipet tetes, erlemenyer, gelas piala,
pengaduk gelas, botol-botol kultur, seperangkat alat tanam kultur jaringan, dan
Kotak Tanam. Rak penyimpanan kultur dilengkapi dengan lampu TL yang mempunyai
intensitas 1500 lux ( 18 Watt) sebagai
sumber penyinaran dengan suhu ruang 16-22oC.
3.3.
Rancangan Penelitian
Penelitian
ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktor. Faktor Pertama adalah
Pupuk Daun dengan berbagai taraf konsentrasi yaitu: 1 g/l, 2 g/l, dan 3 g/l. Sedangkan faktor kedua adalah
Pupuk Cair Lengkap dengan berbagai taraf konsentrasi yaitu: 1 ml/l, 2 ml/l, dan
3 ml/l, dengan pembanding menggunakan media MS 0, sehingga terdapat 10
perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 3.1. Setiap perlakuan diulang sebanyak 10
kali dan setiap ulangan (1 botol) berisi 2 eksplan, sehingga terdapat 100
satuan percobaan.
Tabel. 3.1. kombinasi perlakuan berbagai taraf konsentrasi
Pupuk Daun dan Pupuk Lengkap
Pupuk Lengkap m/l
|
Pupuk Daun g/l
|
||
1
|
2
|
3
|
|
1
|
1 + 1
|
1 + 2
|
1 + 3
|
2
|
2 + 1
|
2 + 2
|
2 + 3
|
3
|
3 + 1
|
3 + 2
|
3 + 3
|
Sedangkan parameter yang akan diamati dan dianalisis lebih lanjut adalah
sebgai berikut:
a. Waktu tumbuh
tunas (diamati setiap hari setelah eksplan bertunas)
b. Jumlah
tunas/eksplan (diamati setiap minggu sampai 8 MST)
c. Jumlah daun/eksplan
(diamati setiap minggu sampai 8 MST)
d. Jumlah akar/eksplan
(diamati setiap minggu sampai 8 MST)
e. Jumlah
nodul/eksplan (diamati setiap minggu sampai 8 MST)
Pengamatan dilakukan mulai dari satu Minggu Setelah Tanam (MST)
sampai dengan 8 MST. Selain parameter diatas juga diamati mengenai fenomena
yang muncul pada proses regenerasi eksplan dari mulai penanaman, seperti persentase
kontaminasi, browning, serta persentase tumbuhnya.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Sterilisasi Alat, Botol dan Media Tanam
langkah awal untuk menetukan
keberhasilan kultur jaringan adalah metode sterilisasi Botol dan Alat yang akan
digunakan dalam pembuatan media dan inisiasi dicuci hingga bersih kemudian
disterilkan dengan mesin autoklaf
pada temperatur 121oC dengan tekanan 17,5 psi dengan waktu satu jam.
Alat-alat yang disterilkan yaitu pinset, pengaduk, erlemeyer, botol kultur, gelas
beker dan cawan petri.
3.4.2. Pembuatan
Media Kultur
Larutan stok dibuat sesuai
dengan komposisi media MS yang disimpan dalam erlemeyer dengan konsentrasi yang
lebih pekat. Larutan stok yang dipersiapkan adalah Stok Mikro A, Mikro B,
Makro, Vitamin, CaCl2, Myo-inisitol, Fe, serta Pupuk Pupuk daun dan
Pupuk Cair Lengkap. Larutan stok yang sudah siap pakai akan memudahkan untuk
pembuatan media yang dinginkan dengan cara pengenceran .
Volume
senyawa yang dibuat adalah 500 mL. komposisi media yang digunakan adalah media
MS 0 untuk konrtol. Sedangkan untuk perlakuan ditakar menggunakan gelas ukur,
tercampur selanjutnya ditambahkan Pupuk daun dan Pupuk Cair Lengkap sesuai
konsentrasi perlakuan, semua bahan dimasukkan kedalam corong ukur berukuran
sedang dan ditambahkan aquades sampai batas 500 ml. Setelah setelah semua bahan
larut kemudian dimasukkan kedalam panci
dan ditambahkan gula pasir sebanyak 30 gr. Pengukuran pH menggunakan pH
meter dilakukan setelah penambahan gula di atas kompor (hot plate) dengan bantuan magnetic
stirrer, dengan tujuan larutan teraduk sempurna tanpa terjadi pengendapan
(koagulasi) pada dasar panci. pH diatur dengan menggunakan NAOH 1 N atau HCl 1
N sampai pH meter mencapai 5,8. Pengaturan pH harus di lakukan dengan sangat
hati-hati, kerena bila pH terlalu asam atau terlalu basa akan menentukan
kualitas media tersebut. Setelah pH mencapai 5,8, pure agar sebanyak 3 gr di masukkan kedalam panci dan pemanas
dinyalakan dengan memutar knop diangka 10. Pemanasan dilakukan hingga media
mendidih.
Media
yang sudah jadi dimasukkan kedalam botol-botol kultur secara cermat menggunakan
teko takar, proses selanjuntnya adalah pembungkusan mulut botol dengan plastik transparan tahan panas yang direkatkan
menggunakan karet gelang sampai tertutup rapat serta diberi label sesuai
perlakuan dengan spidol permanen dan diautoklaf.
3.4.3. Persiapan Ruang Tanam dan Penanaman
Sebelum proses penanaman
dilakukan, seluruh permukaan Kotak Tanam sebelumnya dibersihkan terlebih
dahulu dengan cara dilap menggunakan alkohol 70%, kemudian disterilkan dengan
sinar UV selama 1 jam. Sebelum dimasukkan ke dalam Kotak Tanam, semua alat dan bahan yang akan dipakai harus disemprot
dengan alkohol 70%. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko bahan penelitian
terkontaminasi.
Setelah
selesai mempersiapkan semuanya, maka dilanjutkan dengan proses penanaman. Satu botol
kultur berisi dua eksplan yang berasal dari shoot tip, planlet eksplan pisang
barangan. Botol kultur diletakkan pada rak kultur selama 8
minggu. Kondisi ruang kultur dijaga pada suhu 16oC dan 16 jam
penyinaran, lingkungan kultur dijaga
kebersihannya agar terhindar dari kontaminasi.
3.5.
Rencana
Anggaran Biaya
Rancangan
biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table berikut
ini.
Tabel 3.1 Rincian Anggaran Biaya yang Digunakan
dalam Penelitian
No
|
Uraian
|
Satuan
|
Biaya
|
1
|
Sewa Laboraturium
|
Rp 20,000
|
|
2
|
Media MS
|
3,5 L
|
Rp 250,000
|
3
|
Pupuk Daun Pupuk daun
|
Rp 50,000
|
|
4
|
Pupuk Cair Lengkap
|
Rp 50,000
|
|
5
|
Gula
|
1 kg
|
Rp 12,000
|
6
|
pembelian eksplan
|
10 botol
|
Rp 500,000
|
7
|
Agar-agar
|
45 gr
|
Rp 20,000
|
8
|
Alkohol
|
2 L
|
Rp 96,000
|
9
|
Spiritus
|
1 L
|
Rp 28,000
|
10
|
Fungisida
|
1bks
|
Rp 50,000
|
11
|
Bakterisida
|
1 bks
|
Rp 50,000
|
12
|
natrium hipoklorit
|
3 L
|
Rp 30,000
|
13
|
Aquades
|
20 L
|
Rp 50,000
|
14
|
Plastik
|
1 kg
|
Rp 27,000
|
15
|
Alumunium foil
|
2 glg
|
Rp 20,000
|
16
|
Karet gelang
|
1 kg
|
Rp 18,000
|
17
|
Kertas Label
|
10 exp
|
Rp 20,000
|
19
|
Spidol
|
2
|
Rp 20,000
|
20
|
Alat tulis
|
Rp 50,000
|
|
21
|
Pembuatan proposal
|
Rp 20,000
|
|
22
|
Biaya tak Terduga
|
Rp 500,000
|
|
Total
|
Rp 1,700,000
|
Jadi,
rencana biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : Rp. Satu Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah
3.6.
Jadwal Penelitian
Jadwal pelaksanaan Penelitian sajikan pada tabel berikut.
KEGIATAN
|
TAHUN
2014
|
|||||
MAR
|
APR
|
MEI
|
JUN
|
JUL
|
||
Pembuatan proposal
|
||||||
Pengajuan proposal
|
||||||
Pemesanan eksplan
|
||||||
Persiapan media alat dan tempat penelitian
|
||||||
Penanaman
|
||||||
pemeliharaan
|
||||||
Pengamatan dan pengambilan data
|
||||||
Pengolahan data dan seminar hasil
|
DAFTAR
PUSTAKA
Afriani, T. A. 2006. Penggunaan
Gandasil, Air kelapa dan Ekstrak pisang pada perbanyakan tunas dan perbesaran
plantlet anggrek denrobium (Dendrobiumkanayao)
secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor
Andalasari, T. D. 1997. Regenerasi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Beberapa
Media Dengan Asam Humat. Tesis.
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Aurore G,
Parfait B, Fahrasmane L. 2009. Bananas, raw materials for making processed food
products. Jurnal Trends in Food Science & Technology. 20: 78 - 91
Dohro. 1989. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang
(Musa paradisiacal L.) Dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. jurnal Bioscientiae. 2 (2) : 23 – 36
George, E. F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant propogation by tissue culture. Exegetics limited. England. 596 hal
Gunawan,
L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan
Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas (PAU)
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 304 hal
Jari, D. 2005. Penggunaan
gandasil dan Air kelapa sebagai Media Preservasi In vitro ubi jalar ( Ipomea batatas L.) Cv. Sukuh. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian.
Institut Pertanian Bogor
Laisina,
K. J. 2010. Perbenyakan Ubi Jalar Secara In Vitro Dengan Menggunakan Media Yang
Murah. Jurnal Budidaya Pertanian. 6
(2) : 63 – 67
Mariska,
I. , Hobir, S. F. Syahid. 1998. Upaya penyediaan benih tanaman jahe melalui
kultur jaringan. Jurnal Litbang Pertanian. 17 : 9 – 13
Mariska,
I., S. F. Syahid. 1992. Perbanyakan vegetative melalui kultur jaringan pada
tanaman jahe. Buletin. Balitri. 4 : 1 – 5.
Marlin,
Yulian, dan Hermansyah. 2012. Inisiasi Kalus Embriogenik pada kultur Jantung
Pisang Curup dengan pemberian Sukrosa, BAP dan 2,4 D. Jurnal Agrivigor. 11 (2) : 275 – 283
Muawanah,
G. 2005. Penggunaan Pupuk Hyponex, Ekstrak Tomat dan Ekstrak Pisang dalam
Perbanyakan dan Pembesaran Planlet Anggrek Dendrobium (Dendrobium canayao) secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 50 Hal.
Meina, D.
1992. Budidaya Pisang Cavendis Asal Kultur Jaringan. Trubus No. 285
Nadapdap, C. 2000. Penggunaan
Pupuk Komersial dan Air Kelapa sebagai Media Perbanyakan In Vitro Tanaman
Kentang. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Nakasone, H. Y, and R. E. Paull. 1998. Tropical Fruits. Centre for Agriculture and
Bioscience (CAB) International. London. 400 p
Nisa, C.,dan Rodinah. 2005. Kultur
Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisiaca L.) Dengan
Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. Jurnal
Bioscientiae. 2 (2) : 23 – 36
Purwito, A. 1986.
Pengaruh Pupuk Majemuk dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pembiakan Dua Varietas
Kentang secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor
Racmatullah. 2009.
Penggunaan Hyponex dan bubur papaya dalam Pembesaran planlet Anggrek Dendrobium
“Kanayo” secara In vitro dan perlakuan Media aklimatisasi. Skripsi.
Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor
Robinson, J. C.
1999. Bananas and Plantains. Centre
for Agriculture and Bioscience (CAB) International. London. 238 p.
Robiyanto.
1992. Pengaruh Beberapa Macam Sitokinin terhadap Pertumbuhan Pucuk Pisang Mas
dalam KulturIn Vitro. Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Samsurianto. 2009. Analisa Jumlah Kromosom Dan Hubungan Kekerabatan Berdasarkan
Penanda Fenotipe Antar Karakter Pada Beberapa Plasma Nutfah Pisang (Musa Sp.)
Asal Kalimantan Timur. Jurnal Bioprospek.
6 (3) : 7 – 12
Sandra, E. 2003. Kultur Jaringan
Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Depok. 80 hal
Sharma, T. R.,
B. M. Singh. 1997. High frequency in vitro multiplication of
disease-free Zingiber officinale Rosc. Plant Cell Report. 17 : 68 – 72.
Shintiavira, H. Soedarjo, M. Suryawati dan Witarto,B. 20012. Studi
Pengaruh subtitusi Hara Makro dan Mikro Media MS dengan pupuk Majemuk dalam
kultur in vitro krisan. Jurnal Hortikultura. 21 (14) : 334 – 341
Sitohang,
N. 2005.Kultur Meristem Pisang Barangan (Musaparasiaca
L.) pada media MS dengan beberapa komposisi Zat Pengatur Tumbuh NAA, IBA, BAP
dan Kinetin. Jurnal Penelitian Bidang
Pertanian. 3 (2) : 19 – 25
Sunarjono,
H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit
Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta
Surono.2010.http://tissuecultureandorchidologi.blogspot.com/2010/09/perbanyakan-bibit-pisang-dengan-teknik.html.
diakses pada 23 Januari 2013
Soeryowinoto,
M. 2002. Pemuliaan Tanaman Secara In
Vitro. Penerbit Kasinius. Yogyakarta
Suyadi, A., Purwantoro dan Trisnowati. S.
2003. Penggandaan Tunas Abaca Melalui Kultur Meristem Culture. Jurnal Ilmu Pertanian. 10 (2) : 11 – 16
Wijayanti, N. 1995. Pengaruh Kombinasi BAP dan 2-iP
terhadap Multiplikasi Tunas Pisang Ambon Kuning (Musa acuminata (AAA Group) melalui Kultur In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor
Zhang
P, Whistler RL, BeMiller JN, Hamake BR. 2005. Banana starch: production,
physicochemical properties, and digestibility a review. Jurnal Carbohy
Polymers. 59: 443–458
Zulkarnain. 2009.Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 249 hal