Pages

Cari Blog Ini

Sabtu, 17 Mei 2014

MEDIA MURAH KULTUR JARINGAN PISANG BARANAGN



I.       PENDAHULUAN

1.1              LatarBelakang
Pisang barangan (Musa acuminata L.) termasuk Famili Musaceae, yang berasal dari Asia Tenggara dan tersebar di seluruh dunia. Pisang barangan sangat digemari masyarakat karena rasanya enak dan harga yang terjangkau. Secara konvensional pisang barangan diperbanyak dengan anakan (sucker) dan bonggol (bit), hal ini dapat menghasilkan 1-10 anakan dalam satu tahun (Meina, 1992).
Permasalahan yang dihadapi pada tanaman pisang adalah meluasnya serangan penyakit layu pada pisang yang disebabkan oleh cendawan  Fusarium oxysporum f.sp yang belum dapat dikendalikan secara tuntas. Menurut Dohroo (1989), lebih dari 87% penyakit Fusarium oxysporum ditularkan melalui bonggol (corm). Bibit pisang yang bebas penyakit dalam jumlah banyak, seragam dan tersedia dalam waktu yang singkat juga belum dapat dipenuhi. Karena pada saat ini bibit yang umum digunakan adalah anakan yang mudah terserang penyakit, pertumbuhannya tidak seragam, membutuhkan ruang yang luas dan biaya transportasi yang tinggi serta dapat menularkan penyakit di daerah pertanaman yang baru. Upaya untuk mendapatkan bibit pisang yang bebas penyakit dalam jumlah besar dan seragam dengan waktu yang relatif lebih singkat adalah dengan melakukan perbanyakan bibit secara in vitro (kultur jaringan) (Mariska dan Syahid, 1992; Sharma & Singh, 1997; Gunawan, 1998).
Keberhasilan teknik kultur jaringan salah satunya dipengaruhi oleh jenis dan komposisi media. Komposisi media juga sangat menentukan biaya produksi perbanyakan tanaman secara in vitro. Biaya produksi bibit pisang dengan teknik kultur jaringan harganya relatif mahal. Pada umumnya perbanyakan pisang secara kultur jaringan menggunakan media Murashige dan Skoog (MS) yang merupakan media pertumbuhan dengan bahan pemadat yang diperkaya dengan berbagai senyawa organik, vitamin dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) (Mariska et al., 1998). Media MS mengandung hara makro dan mikro seperti NH4NO3, CaCl2.H20, KH2PO4, FeSO4 dll (Murashige & Skoog, 1962). Medium ini umumnya mengguanakan bahan-bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi (pro-analisis). Untuk penyediaan bahan-bahan dengan diperlukan baiaya mahal, waktu pemesanan yang lama, dan ketersediaan bahan yang sulit diperoleh.
Hasil perhitungan biaya 1 Liter media MS oleh laboratorium Unit pengelola Benih Sumbar, Balai Penelitian Tanaman Hias pada bulan desember 2009 diperoleh bahwa tiap liter media memerlukan biaya sebesar 6.561 nilai tersebut relatif mahal, terlebih jika diaplikasikan ditingkat petani terkait dengan penyediaan benih berkualitas.
Daftar harga MS basal medium tahun 2014 dengan Netto 230 gram seharga 880.000 dapat menggasilkan 50 liter media, dengan kakulasi harga per liter sebesar 17.600. Harga ini relatif mahal dibandingkan dengan menggunakan media pengganti MS yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Media yang digunakan yaitu pupuk gandasil dengan Netto 500 gram seharga 30.000 dapat menghasilkan 166 liter media dan pupuk cair lengkap dengan Netto 250 ml seharga 15.000 dan menghasilkan 83 liter media, denagan kakulasi kombinasi keduanya sebesar 2.160 per liter media, harga ini relatif lebih murah.
Penelitian mengenai media murah yang digunakan dalam kultur jaringan sudah dilakukan oleh. Shintiavira et al., (2012) mengenai  studi pengaruh subtitusi hara makro dan mikro media MS dengan pupuk majemuk dalam kultur in vitro krisan. Afriani (2006) menangenai penggunaan pupuk daun, air kelapa dan ekstrak pisang pada perbanyakan Tunas dan perbesaran plantlet anggrek dendrobium (Dendrobium Kanayao) secara in vitro.  Laisiana (2010) mengenai perbanyakan ubi jalar secara in vitro dengan menggunakan Media yang murah dengan memanfaatkan pupuk daun. Rachmatullah (2009) penggunaan hiponex dan bubur papaya dalam perbesaran planlet anggrek Dendrobium “kanayao” secara in vitro dan perlakuan media aklimatisasi. Penggunaan media alternative pada kultur jahe dengan memanfaatkan pupuk lengkap cair juga dilaporkan oleh Sutarto et al., (2003), serta perbanyakan krisan secara in vitro menghasilkan perbedaan yang nyata.
Penggunaan media yang lebih murah dan lebih mudah perlu dicari agar dapat mengganti media MS. Dalam penelitian ini dicobakan menggunakan komponen media yang murah seperti Pupuk Daun dan Pupuk Lengkap yang berpotensi sebagai media mengganti media MS karena memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Nadapdap, 2000).
Selain pupuk daun, dapat juga ditambahkan pupuk Terra Novalgro ini mengandung asam-asam humik (humic acids). Kegunaan asam-asam humik dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah mengkelat unsur hara mikro (Fe, Zn, Mg) dan beberapa hara makro (K, Ca, P), memacu pertumbuhan akar, meningkatkan respirasi akar, memacu kerja enzim tanaman yaitu sebagai katalis organik (Andalasari, 1997).

1.2.            Tujuan
            Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan interaksi Pupuk Daun dan Pupuk Cai Lengkap terhadap pertumbuhan eksplan pisang barangan yang ditanam secara in vitro.

1.3.            Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat interaksi Pupuk Daun dan Pupuk Cair Lengkap  terhadap pertumbuhan pisang barangan yang ditanam secara in vitro.

















II.    TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Botani Pisang Barangan
Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai pucuk yang menghasilkan rhizom pendek dan tunas yang berada dekat induk. Pisang merupakan tanaman partenokarpi yang berkembang biak dengan rhizom (Nakasone, 1998) .
Pisang dalam bahasa Arab, yaitu maus yang artinya pisang, kemudian oleh Linneus dimasukkan kedalam keluarga Musaceae untuk memberikan penghargaan kepada Antonius Musa. Dalam bahasa latin, pisang secara umum disebut juga Musa acuminata. Nakasone (1998) mengelompokkan tanaman pisang kedalam:
Divisi               : Spermatophyta
Sub Devisi       : Angiospermae
Kelas               : Monoeotyledonae
Famili              : Musaceae
Genus              : Musa
Spesies            : Musa acuminate L.
Akar utama memiliki ketebalan sekitar 5-8 mm berwarna putih ketika baru dan sehat. Kemudian dari beberapa akar utama akan berkembang akar sekunder dan tersier, yang terakhir akan semakin tipis dan lebih pendek dari akar utama. Akar sekunder berasal dari protoxilem dekat ujung akar dan terus berkembang melewati tanah. Beberapa jarak di belakang ujung akar pada perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas dalam pengambilan air dan mineral (Robinson, 1999).
Batang sejati pada tanaman pisang sebagian atau keseluruhan ada di bawah tanah yang disebut Rhizom. Rhizom dewasa berdiameter sekitar 300 mm. Rhizom merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan tandan buah dan perkembangan anakan. Sebelum berbunga, rhizom berisi sekitar 35% total bahan kering dan menurun menjadi 20% saat kematangan buah karena cadangan didistribusikan untuk pertumbuhan buah (Robinson 1999). Sedangkan batang semu adalah batang pisang yang tersusun dari pelepahnya.
Daun pertama dihasilkan dari meristem pusat pada perkembangan anakan. Tangkai daun berada pada dalam daun itu sendiri, tulang daun membagi menjadi dua helai bagian lamina. Lamina dewasa memiliki panjang berkisar 1.5-2.8 m, sedangkan lebar 0.7-1.0 m. Lamina membutuhkan 6-8 hari untuk membuka secara sempurna. Jumlah daun dapat mencapai 25-50, dengan 10-15 daun fungsional pada tanaman saat muncul bunga (Nakasone 1998; Robinson,1999).
Bunga terdiri dari kumpulan dua baris bunga, bunga betina muncul pertama dan kemudian disusul bunga jantan. Braktea membuka secara sekuen sekitar satu per hari. Tangkai bunga terus memanjang sampai 1.5 m. Buah kemungkinan berkembang dari ovari inferior. Eksokarp disusun pada lapisan 5 epidermis dan perenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp terdiri atas lapisan hampir rongga ovarian. Masing-masing node mempunyai dua baris pada bunga membentuk tandan pada buah yang secara umum disebut sisir dengan buah individual disebut finger.
2.2.      Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang
Komposisi kimia buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Pada umumnya daging buah pisang mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin serta mineral seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi zat gizi pisang per 100 g buah segar
Senyawa
Komposisi
Energi (Kkal)
91.00
Air (g)
63.00
Karbohidrat (g)
24.30
Protein (g)
0.80
Lemak (g)
0.10
Ca (mg)
7.00
Mg (mg)
33.00
P (mg)
35.00
Fe (mg)
0.50
Cu (mg)
0.16
Β karoten ekuivalen (μg)
0.03 – 1.20
Vitamin B1 (mg)
0.05
Vitamin B2 (mg)
0.05
Vitamin B6 (mg)
0.07
Vitamin C (mg)
20.00
Asam pantotenat (mg)
0.37
Asam folat (mg)
0.16
Serotonin (mg)
45.00
Sumber : Aurore et al., (2009)
Tingkat kematangan juga mempengaruhi komposisi kimia daging pisang seperti kadar pati, kadar gula reduksi, kadar sukrosa dan suhu gelatinisasi pati. Tingkat kematangan ini ditandai dengan perubahan warna kulit pisang seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi pati, gula dan suhu gelatinisasi berdasarkan tingkat kematangan warna kulit pisang

Tahapan
Warna Kulit
Komposisi (100 g Berat Segar)

Pati (%)
Gula Reduksi (%)
Sukrosa (%)
Suhu Glatinisasi (0C)


1
Hijau
61.7
0.2
1.2
74 - 81

2
Hijau
58.6
1.3
6
75 - 80

3
Hijau ada kuning
42.4
10.8
18.4
77 – 81

4
Lebih hijau dari pada kuning
39.8
11.5
21.4
75 – 78

5
lebih kuning dari pada hijau
37.6
12.4
27.9
76 – 81

6
kuning dengan ujung hijau
9.7
15
53.1
76 – 80

7
kuning sempurna
6.3
31.2
51.9
76 – 83

8
kuning sedikit coklat
3.3
33.8
52
79 – 83

9
kuning banyak coklat
2.6
33.6
53.2
-

Sumber : Zhang et al., (2005)

2.3.      Kultur Jaringan Pisang
Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah kultur dengan eksplan bonggol (Sunarjono 2002). Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan anakan atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan transportasi bibit dari satu tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam, sehingga sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam jumlah memadai untuk perkebunan pisang secara komersial. Perbanyakan klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode dan tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini serupa dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan adalah kultur meristem (meristem culture) atau kultur pucuk (shoot culture), Salah satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah penggandaan tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi meristem apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem. Menurut Suyadi et al. (2003) kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan induknya dan bebas virus, mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif. Selain itu telah dicoba juga untuk mengkulturkan tangkai bunga inflorescence muda pisang (Nisa 2009).
Perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan bertujuan untuk mendapatkan bibit bermutu dalam jumlah banyak dan cepat selama kurun waktu tertentu. Untuk menghasilkan bibit kultur jaringan yang bermutu, perlu didukung oleh beberapa komponen, yaitu bahan kimia untuk pembuatan media, varietas unggul dan tenaga ahli. Menurut George dan Sherrington (1984) keberhasilan dalam kultur jaringan sangat ditentukan oleh medium yang digunakan. Media yang digunakan untuk perbanyakan klonal pisang ini umumnya adalah media MS. Tahap penting dari perbanyakan in vitro adalah memperoleh kultur yang aseptik dari tanaman induk terseleksi.

2.4.            Pupuk Daun
Tanaman pisang mutlak membutuhkan unsur-unsur makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar dan unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. C, H, O, N, P, K, S, Ca, dan Mg merupakan unsur makro dan Fe, Cu, Zn, Mo, Mn, Se, B, Si merupakan unsur mikro (Soeryowinoto, 2002). Seluruh unsur tersebut terdapat dalam pupuk lengkap atau yang biasa disebut pupuk majemuk.
Pupuk lengkap merupakan pupuk yang biasa digunakan di lapang dan mudah pengaplikasiannya karena telah memiliki unsur makro dan mikro yang lengkap. Tetapi pupuk ini kemurniannya rendah dibandingkan dengan unsur hara proanalis yang biasa digunakan dalam kultur jaringan dengan kemurnian mencapai 99.9%. Oleh karena itu, pemakaian pupuk lengkap harus dengan konsentrasi yang tepat agar jumlah pengotornya (bahan kimia yang terikut di dalamnya) tidak mengganggu pertumbuhan planlet (Sandra, 2003).
Jari (2005) melaporkan bahwa penggunaan Gandasil 0,5 g/L yang dikombinasikan dengan vitamin atau air kelapa 10% pada media preservasi ubi jalar, menghasilkan tunas yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan MS dan vitamin. Media yang mengandung gandasil 0,5 g/L +air kelpa 10 % dapat dijadikan media alternatif pada preservasi ubi jalar.
Penggunaan bahan alternatif pupuk dalam media kultur jaringan diharapkan menjadi  pengganti penggunaan bahan kima. Pupuk daun memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan bahan kimia yang digunakan pada media dasar in virto. Hasil penelitian Purwito (1986) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk majemuk Hyponex 20-20-20 dengan jumlah Nitrogen sama dengan jumlah media MS, yaitu 20-20-20 dengan penambahan BA dapat mengasilkan Umbi mikro kentang antara 30-4-%.

2.5.            Pupuk Lengkap
Pupuk lengakap juga dapat ditambahkan dalam media terutama pupuk-pupuk yang mengandung asam humik. Pupuk Terra-Novalgro mengandung asam-asam humik (humic acids). Kegunaan asam-asam humik dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah mengkelat unsur hara mikro (Fe, Zn, Mg) dan beberapa hara makro (K, Ca, P), memacu pertumbuhan akar, meningkatkan respirasi akar, memacu kerja enzim tanaman yaitu sebagai katalis organic (Andalasari, 1997).
Secara umum pupuk lengkap memiliki kesamaan kandungan dengan media dasar untuk kultur jaringan yaitu media MS. Dengan demikian, penggunaan pupuk ini diharapkan dapat menjadi alternatif menggantikan media dasar tersebut terutama pada perbanyakan anggrek dengan kultur jaringan. Pada penelitian ini menggunakan Hyponex 20-20-20. Pupuk daun Hyponex hijau mengandung 4% nitrat, 4% amonium, 12 % nitrogen terlarut, 20% K2O5, dan 20% K2O serta unsur-unsur lain seperti Magmesium, Kalsium, Mangan, Besi, Boron, Molibdenum, Sulfur, Seng, tembaga dan Cobalt.

III. METODE PENELITIAN

3.1.      Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Juli 2014 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

3.2.      Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah:Air destilasi (aquades) dan Air steril, Bahan-bahan untuk membuat media MS, Pupuk Pupuk daun dan Pupuk Lengkap, Eksplan yang akan di tanam, Fungisida dan Baktersida, Spiritus, Bahan Pemadat (Swallow), Gula pasir, Pengatur pH (HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N), Alkohol 96 % dan 70%. Ekplan Pisang Barangan yang berasal dari Balai Penelitian Buah Tropika Solok.
Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: Timbangan analitik, Lemari Es untuk menyimpan larutan stok, Kompor listrik (hot plate) dengan magnetic stirrer, Lampu Bunsen (Bunsen burner), pH meter, Autoklaf, Alat-alat gelas standar, seperti labu takar, pipet tetes, erlemenyer, gelas piala, pengaduk gelas, botol-botol kultur, seperangkat alat tanam kultur jaringan, dan Kotak Tanam. Rak penyimpanan kultur dilengkapi dengan lampu TL yang mempunyai intensitas 1500 lux ( 18 Watt) sebagai sumber penyinaran dengan suhu ruang 16-22oC.

3.3.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktor. Faktor Pertama adalah Pupuk Daun dengan berbagai taraf konsentrasi yaitu: 1 g/l,  2 g/l, dan 3 g/l. Sedangkan faktor kedua adalah Pupuk Cair Lengkap dengan berbagai taraf konsentrasi yaitu: 1 ml/l, 2 ml/l, dan 3 ml/l, dengan pembanding menggunakan media MS 0, sehingga terdapat 10 perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 3.1. Setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali dan setiap ulangan (1 botol) berisi 2 eksplan, sehingga terdapat 100 satuan percobaan.

Tabel. 3.1. kombinasi perlakuan berbagai taraf konsentrasi Pupuk Daun dan Pupuk Lengkap

Pupuk Lengkap m/l
Pupuk Daun g/l
1
2
3
1
1 + 1
1 + 2
1 + 3
2
2 + 1
2 + 2
2 + 3
3
3 + 1
3 + 2
3 + 3
Sedangkan parameter yang akan diamati dan dianalisis lebih lanjut adalah sebgai berikut:
a.       Waktu tumbuh tunas (diamati setiap hari setelah eksplan bertunas)
b.      Jumlah tunas/eksplan (diamati setiap minggu sampai 8 MST)
c.       Jumlah daun/eksplan (diamati setiap minggu sampai 8 MST)
d.      Jumlah akar/eksplan (diamati setiap minggu sampai 8 MST)
e.       Jumlah nodul/eksplan (diamati setiap minggu sampai 8 MST)
Pengamatan dilakukan mulai dari satu Minggu Setelah Tanam (MST) sampai dengan 8 MST. Selain parameter diatas juga diamati mengenai fenomena yang muncul pada proses regenerasi eksplan dari mulai penanaman, seperti persentase kontaminasi, browning, serta persentase tumbuhnya.

3.4.      Pelaksanaan Penelitian
3.4.1.   Sterilisasi Alat, Botol dan Media Tanam
langkah awal untuk menetukan keberhasilan kultur jaringan adalah metode sterilisasi Botol dan Alat yang akan digunakan dalam pembuatan media dan inisiasi dicuci hingga bersih kemudian disterilkan dengan mesin autoklaf pada temperatur 121oC dengan tekanan 17,5 psi dengan waktu satu jam. Alat-alat yang disterilkan yaitu pinset, pengaduk, erlemeyer, botol kultur, gelas beker dan cawan petri.
3.4.2.   Pembuatan Media Kultur
Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media MS yang disimpan dalam erlemeyer dengan konsentrasi yang lebih pekat. Larutan stok yang dipersiapkan adalah Stok Mikro A, Mikro B, Makro, Vitamin, CaCl2, Myo-inisitol, Fe, serta Pupuk Pupuk daun dan Pupuk Cair Lengkap. Larutan stok yang sudah siap pakai akan memudahkan untuk pembuatan media yang dinginkan dengan cara pengenceran .
Volume senyawa yang dibuat adalah 500 mL. komposisi media yang digunakan adalah media MS 0 untuk konrtol. Sedangkan untuk perlakuan ditakar menggunakan gelas ukur, tercampur selanjutnya ditambahkan Pupuk daun dan Pupuk Cair Lengkap sesuai konsentrasi perlakuan, semua bahan dimasukkan kedalam corong ukur berukuran sedang dan ditambahkan aquades sampai batas 500 ml. Setelah setelah semua bahan larut kemudian dimasukkan kedalam panci  dan ditambahkan gula pasir sebanyak 30 gr. Pengukuran pH menggunakan pH meter dilakukan setelah penambahan gula di atas kompor (hot plate) dengan bantuan magnetic stirrer, dengan tujuan larutan teraduk sempurna tanpa terjadi pengendapan (koagulasi) pada dasar panci. pH diatur dengan menggunakan NAOH 1 N atau HCl 1 N sampai pH meter mencapai 5,8. Pengaturan pH harus di lakukan dengan sangat hati-hati, kerena bila pH terlalu asam atau terlalu basa akan menentukan kualitas media tersebut. Setelah pH mencapai 5,8, pure agar sebanyak 3 gr di masukkan kedalam panci dan pemanas dinyalakan dengan memutar knop diangka 10. Pemanasan dilakukan hingga media mendidih.
Media yang sudah jadi dimasukkan kedalam botol-botol kultur secara cermat menggunakan teko takar, proses selanjuntnya adalah pembungkusan mulut botol dengan plastik  transparan tahan panas yang direkatkan menggunakan karet gelang sampai tertutup rapat serta diberi label sesuai perlakuan dengan spidol permanen dan diautoklaf.

3.4.3.      Persiapan Ruang Tanam dan Penanaman
Sebelum proses penanaman dilakukan, seluruh permukaan Kotak Tanam sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan cara dilap menggunakan alkohol 70%, kemudian disterilkan dengan sinar UV selama 1 jam. Sebelum dimasukkan ke dalam Kotak Tanam, semua alat dan bahan yang akan dipakai harus disemprot dengan alkohol 70%. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko bahan penelitian terkontaminasi.
Setelah selesai mempersiapkan semuanya, maka dilanjutkan dengan proses penanaman. Satu botol kultur berisi dua eksplan yang berasal dari shoot tip, planlet eksplan pisang barangan. Botol kultur diletakkan pada rak kultur selama 8 minggu. Kondisi ruang kultur dijaga pada suhu 16oC dan 16 jam penyinaran, lingkungan kultur  dijaga kebersihannya agar terhindar dari kontaminasi.
3.5.            Rencana Anggaran Biaya
Rancangan biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 3.1 Rincian Anggaran Biaya yang Digunakan dalam Penelitian

No
Uraian
Satuan
                               Biaya
1
Sewa Laboraturium

 Rp     20,000
2
Media  MS
3,5 L
 Rp   250,000
3
Pupuk Daun Pupuk daun

 Rp     50,000
4
Pupuk Cair Lengkap

 Rp     50,000
5
Gula
1 kg
 Rp     12,000
6
pembelian eksplan
10 botol
 Rp   500,000
7
Agar-agar
45 gr
 Rp     20,000
8
Alkohol
2 L
 Rp     96,000
9
Spiritus
1 L
 Rp     28,000
10
Fungisida
1bks
 Rp     50,000
11
Bakterisida
1 bks
 Rp     50,000
12
natrium hipoklorit
3 L
 Rp     30,000
13
Aquades
20 L
 Rp     50,000
14
Plastik
1 kg
 Rp     27,000
15
Alumunium foil
2 glg
 Rp     20,000
16
Karet gelang
1 kg
 Rp     18,000
17
Kertas Label
10 exp
 Rp     20,000
19
Spidol
2
 Rp      20,000
20
Alat tulis

 Rp      50,000
21
Pembuatan proposal

 Rp      20,000
22
Biaya tak Terduga

 Rp    500,000

Total

 Rp 1,700,000
Jadi, rencana biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : Rp. Satu Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah



3.6.      Jadwal Penelitian

Jadwal pelaksanaan Penelitian sajikan pada tabel berikut.

KEGIATAN
TAHUN
2014

MAR
APR
MEI
JUN
JUL

Pembuatan proposal







Pengajuan proposal







Pemesanan eksplan







Persiapan media alat dan tempat penelitian







Penanaman







pemeliharaan







Pengamatan dan pengambilan data







Pengolahan data dan seminar hasil















DAFTAR PUSTAKA

Afriani, T. A. 2006. Penggunaan Gandasil, Air kelapa dan Ekstrak pisang pada perbanyakan tunas dan perbesaran plantlet anggrek denrobium (Dendrobiumkanayao) secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Andalasari, T. D. 1997. Regenerasi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Beberapa Media Dengan Asam Humat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Aurore G, Parfait B, Fahrasmane L. 2009. Bananas, raw materials for making processed food products. Jurnal Trends in Food Science & Technology. 20: 78 - 91

Dohro. 1989. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisiacal L.) Dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. jurnal Bioscientiae. 2 (2) : 23 – 36
George, E. F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant propogation by tissue culture.  Exegetics limited. England. 596 hal
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 304 hal

Jari, D. 2005. Penggunaan gandasil dan Air kelapa sebagai Media Preservasi In vitro ubi jalar ( Ipomea batatas L.) Cv. Sukuh. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Laisina, K. J. 2010. Perbenyakan Ubi Jalar Secara In Vitro Dengan Menggunakan Media Yang Murah. Jurnal Budidaya Pertanian. 6 (2) : 63 – 67
Mariska, I. , Hobir, S. F. Syahid. 1998. Upaya penyediaan benih tanaman jahe melalui kultur jaringan. Jurnal Litbang Pertanian. 17 : 9 – 13
Mariska, I., S. F. Syahid. 1992. Perbanyakan vegetative melalui kultur jaringan pada tanaman jahe. Buletin. Balitri. 4 : 1 – 5.
Marlin, Yulian, dan Hermansyah. 2012. Inisiasi Kalus Embriogenik pada kultur Jantung Pisang Curup dengan pemberian Sukrosa, BAP dan 2,4 D. Jurnal Agrivigor. 11 (2) : 275 – 283  
Muawanah, G. 2005. Penggunaan Pupuk Hyponex, Ekstrak Tomat dan Ekstrak Pisang dalam Perbanyakan dan Pembesaran Planlet Anggrek Dendrobium (Dendrobium canayao) secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 50 Hal.
Meina, D. 1992. Budidaya Pisang Cavendis Asal Kultur Jaringan. Trubus No. 285
Nadapdap, C. 2000. Penggunaan Pupuk Komersial dan Air Kelapa sebagai Media Perbanyakan In Vitro Tanaman Kentang. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nakasone, H. Y, and R. E. Paull. 1998. Tropical Fruits. Centre for Agriculture and Bioscience (CAB) International. London. 400 p

Nisa, C.,dan Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisiaca L.) Dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. Jurnal Bioscientiae. 2 (2) : 23 – 36

Purwito, A. 1986. Pengaruh Pupuk Majemuk dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pembiakan Dua Varietas Kentang secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Racmatullah. 2009. Penggunaan Hyponex dan bubur papaya dalam Pembesaran planlet Anggrek Dendrobium “Kanayo” secara In vitro dan perlakuan Media aklimatisasi. Skripsi. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor
Robinson, J. C. 1999. Bananas and Plantains. Centre for Agriculture and Bioscience (CAB) International. London. 238 p.
Robiyanto. 1992. Pengaruh Beberapa Macam Sitokinin terhadap Pertumbuhan Pucuk Pisang Mas dalam KulturIn Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Samsurianto. 2009. Analisa Jumlah Kromosom Dan Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Penanda Fenotipe Antar Karakter Pada Beberapa Plasma Nutfah Pisang (Musa Sp.) Asal Kalimantan Timur. Jurnal Bioprospek. 6 (3) : 7 – 12
Sandra, E. 2003. Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka. Depok. 80 hal
Sharma, T. R., B. M. Singh. 1997. High frequency in vitro multiplication of disease-free Zingiber officinale Rosc. Plant Cell Report. 17 : 68 – 72.
Shintiavira, H. Soedarjo, M. Suryawati dan Witarto,B. 20012. Studi Pengaruh subtitusi Hara Makro dan Mikro Media MS dengan pupuk Majemuk dalam kultur in vitro krisan. Jurnal Hortikultura. 21 (14) : 334 – 341
Sitohang, N. 2005.Kultur Meristem Pisang Barangan (Musaparasiaca L.) pada media MS dengan beberapa komposisi Zat Pengatur Tumbuh NAA, IBA, BAP dan Kinetin. Jurnal Penelitian Bidang Pertanian. 3 (2) : 19 – 25
Sunarjono, H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta
Surono.2010.http://tissuecultureandorchidologi.blogspot.com/2010/09/perbanyakan-bibit-pisang-dengan-teknik.html. diakses pada 23 Januari 2013
Soeryowinoto, M. 2002. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Penerbit Kasinius. Yogyakarta
Suyadi, A., Purwantoro dan Trisnowati. S. 2003. Penggandaan Tunas Abaca Melalui Kultur Meristem Culture. Jurnal Ilmu Pertanian. 10 (2) : 11 – 16  
Wijayanti, N. 1995. Pengaruh Kombinasi BAP dan 2-iP terhadap Multiplikasi Tunas Pisang Ambon Kuning (Musa acuminata (AAA Group) melalui Kultur In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Zhang P, Whistler RL, BeMiller JN, Hamake BR. 2005. Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibility a review. Jurnal Carbohy Polymers. 59: 443–458
Zulkarnain. 2009.Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 249 hal

1 komentar:

  1. Hi... btw ini hasil penelitian sendiri atau hasil referensi ya?

    BalasHapus

mohon di komentari y gan....!!!